• Nasional

Pakar: Pinjaman Alutsista Rp1.760 Triliun Tergolong Kecil untuk 25 Tahun

Asrul | Kamis, 10/06/2021 07:42 WIB
Pakar: Pinjaman Alutsista Rp1.760 Triliun Tergolong Kecil untuk 25 Tahun Pesawat Helicopter Puma milik TNI Angkatan Udara dikerahkan untuk mengawasi kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau (Dok Foto)

Jakarta, Beritakaltara.com - Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) tengah merencanakan pinjaman sebesar Rp1.760 triliun untuk membeli alutsista selama 25 tahun.

Rencana ini menjadi pembicaraan publik pasca-beredarnya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) tahun 2020-2044.

Rencana pemerintah ini, disebut sebagai terobosan dari Presiden Jokowi yang lama ditunggu-tunggu masyarakat. Kepala negara meminta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membuat formula belanja alutsista 25 tahun yang konsisten agar target belanja alutsista tercapai pada 2045, genap 100 tahun kemerdekaan RI.

Beberapa pakar pertahanan angkat bicara soal rencana ini meski baru sekadar rencana. Banyak dari mereka menyatakan angka ini terbilang kecil untuk investasi pertahanan Indonesia selama 25 tahun.

"Kalau menghitung 25 tahun, itu sebenarnya kecil," kata pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi dalam keterangannya, Kamis (10/6/2021).

Dia menilai rencana belanja alat pertahanan negara dalam jangka panjang memang dibutuhkan. Sebab, selama ini ada inkonsistensi belanja alutsista.

Sementara, dalam rancangan Perpres yang diwacanakan, pemerintah berupaya menjaga konsistensi belanja alutsista secara maksimal dengan pengadaan yang ditarik ke depan.

Hal ini menurut Khairul bisa menjawab persoalan utama selama ini, yaitu lambatnha pengadaan alutsista berdasarkan data 2015-2019, padahal Indonesia memiliki Minimum Essential Force (MEF) sejak 2007 sehingga target yang mestinya dicapai pada akhir renstra II pada 2019 itu tidak tercapai.

“Ini yang kemudian dibenahi melalui masterplan yang sedang disusun melalui rancangan perpres ini, menyiapkan rancangan kebutuhan, roadmap, business plan-nya," ujar Khairul.

Pengamat pertahanan Susaningtyas Kertopati juga mengatakan pada dasarnya sistem pertahanan di negara manapun memang membutuhkan anggaran yang cukup besar.

Wanita yang akrab disapa Nuning ini memberikan contoh, negara adidaya seperti Amerika Serikat saja yang mempunyai anggaran cukup besar masih belum efektif memperkuat sistem pertahanannya.

"Kita jangan kebakaran jenggot dulu lah melihat angka sebesar itu," tegas Nuning.

"Angka sebesar Rp1.750 triliun itu kan Renstra. Jadi sah saja besarannya ditulis sebesar apapun," ujar dia.

Ahli ekonomi pertahanan Curie Maharani juga menilai anggaran Rp1.760 triliun untuk modernisasi alutsista nasional ini masih normal." Angka ini cenderung konservatif," ujarnya saat dihubungi Senin, 31 Mei 2021.

Sebagai perbandingan, Curie menjelaskan anggaran modernisasi alutsista yang tertuang dalam strategi pembangunan Minimum Essential Force (MEF) III tahun 2020-2024 yang mencapai Rp186.623,3 miliar atau sekitar Rp 2,7 triliun per tahun.

Ia pun menyayangkan bahwa rencana ini dipolitisasi oleh beberapa pihak sehingga menjadi gaduh.

"Kita concern ya ada upaya politisasi, politisasi ini dalam artian ada kepentingan nonpertahanan yang kemudian membuat isu ini menjadi kontroversi publik," ujar Curie.

Curie menambahkan, memang ada sebagian yang layak diperdebatkan publik dari isi rancangan tersebut. Tetapi, sebagian lainnya adalah hal yang memang bagian rutinitas.

"Misalnya Raperpres ini berbicara renstra jamak ya, 25 tahun ke depan yang merupakan instruksi presiden. Ini memang harus dilakukan Kemenhan sebagai perencana," terangnya.

Lalu mengapa ini menjadi kontroversi?

Hal ini kemudian dijawab dengan lugas oleh pakar militer Andi Widjajanto.

“Perpresnya masih rancangan. (Jadi) apa yang perlu dilaporkan (oleh pemerintah-red)?" ucapnya dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, dikutip Rabu.

Andi berpandangan, pengadaan alpalhankam senilai Rp1,7 kuadriliun tersebut berpolemik lantaran dinilai fantastis dipengaruhi cara seseorang dalam menghitungnya, bukan merujuk sistem dan regulasi yang berlaku. Namun, menurutnya angka itu jauh dari kebutuhan.

"Rp1,7 kuadriliun itu bukan apa-apa. Kita butuh yang lebih besar, tapi realistis. Namun, ekonomi saat ini kan tidak mampu. Mumpung analisanya mengatakan kita belum ada perang, ya enggak apa-apa lah segitu dulu," tandas Andi Widjajanto.

Terpopuler

Selengkapnya >>

FOLLOW US