• Nasional

Pelanggaran HAM, Konglomerat Myanmar Dijatuhi Sanksi dari Inggris

Asrul | Jum'at, 02/04/2021 08:07 WIB
Pelanggaran HAM, Konglomerat Myanmar Dijatuhi Sanksi dari Inggris Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan di belakang barikade selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 27 Februari 2021. [Stringer - Anadolu Agency]

London, beritakaltara.com - Inggris sanksi konglomerat Myanmar pada Kamis (1/4) karena hubungannya yang erat dengan kepemimpinan militer yang menurut Menteri Luar Negeri Dominic Raab membunuh secara sembrono orang-orang yang tidak bersalah termasuk anak-anak.

Inggris menjatuhkan sanksi kepada Myanmar Economic Corporation (MEC) karena terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius dengan menyediakan dana bagi militer Myanmar, serta hubungannya dengan tokoh-tokoh militer senior.

"Militer Myanmar telah tenggelam ke titik terendah baru dengan pembunuhan sewenang-wenang terhadap orang-orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak," kata Raab.

"Tindakan terbaru Inggris menargetkan salah satu aliran pendanaan utama militer dan membebankan biaya lebih lanjut kepada mereka atas pelanggaran hak asasi manusia mereka," sambungnya

Myanmar telah diguncang oleh protes sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih pemenang Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari mengutip klaim penipuan yang tidak berdasar dalam pemilihan November.

Setidaknya 538 warga sipil telah tewas dalam protes tersebut, 141 dari mereka pada Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, yang telah meminta perusahaan internasional untuk mempertimbangkan memutuskan hubungan dengan perusahaan yang mendukung militer Myanmar, menyambut baik tindakan Inggris tersebut.

"Para pemimpin kudeta harus menghentikan semua kekerasan terhadap rakyat Burma dan memulihkan demokrasi," katanya.

Britain`s Next pada Kamis bergabung dengan daftar pengecer pakaian Eropa yang menangguhkan pesanan produksi baru dengan pabrik di Myanmar setelah kudeta. (Reuters)

Terpopuler

Selengkapnya >>

FOLLOW US