• Nasional

Corona Varian Delta Lebih Berbahaya, Masyarakat Diharap Proaktif Lakukan Pencegahan

Agus Mughni Muttaqin | Jum'at, 06/08/2021 10:35 WIB
Corona Varian Delta Lebih Berbahaya, Masyarakat Diharap Proaktif Lakukan Pencegahan Dialog produktif KPCPEN

Jakarta, Beritakaltara.com - Pemerintah terus memantau penyebaran virus COVID-19, terutama varian Delta yang menjadi perhatian banyak negara saat ini lantaran tingkat penularannya yang tinggi.

Kasubbid Tracing Satgas Covid-19 dr Koesmedi Priharto SpOT MKes mengatakan, varian Delta memang mudah menular dan mendominasi lebih dari 76 persen  yang ditemukan di Indonesia.

"Namun demikian, seperti virus pada umumnya, virus COVID-19 akan dapat dikalahkan oleh daya tahan tubuh manusia yang kuat," kata dr Koesmedi saat menjadi pembicara dalam Dialog Produktif KPCPEN dengan tema Upaya Mengurangi Risiko Kematian Akibat Varian Baru, Jumat (6/8/2021).

Ia menjelaskan, virus COVID-19 memiliki karakter penularan head-to-head yakni manusia dengan manusia, tanpa melibatkan perantara makhluk hidup lain. Maka perilaku manusia menjadi kata kunci dalam mencegah penularan.

“Dengan perilaku baik dan sehat dari masyarakat didukung vaksinasi dan pengaktifan 3T dari pemerintah, semoga penularan virus ini dapat dikendalikan," tegas Koesmedi.

Pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) dari pemerintah, harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi 3M dan protokol kesehatan lainnya.

"Sikap proaktif masyarakat selalu diharapkan, termasuk menggalang gotong royong antar warga. Tetap waspada, namun jangan hidup dalam ketakutan dan terus berdoa," jelas dr Koesmedi.

Adapun Ketua IAKMI, Dr Ede Surya Darmawan, SKM. MDM menyebut hasil penelitian menunjukkan varian Delta dapat menular hanya dengan satu menit interaksi tanpa masker.

Ia menilai percepatan vaksinasi sebagai upaya mencegah penularan dan mengurangi risiko sakit berat juga kematian, terus dilaksanakan.

"Ini adalah tantangan bagi Indonesia sebagai negara dengan populasi besar dan karakteristik geografis luas serta beragam," jelasnya.

Dr Ede juga menilai kebijakan PPKM berhasil menurunkan positivity rate varian Delta di Indonesia, namun angkanya masih berkisar pada 20 persen. Targetnya, sesuai standar WHO adalah 5 persen.

Karena itu, ia menegaskan saat ini masih memerlukan perjuangan semua pihak untuk bekerja sama mengurangi laju penyebaran virus COVID-19 sekaligus menurunkan angka kematian.

Terkait isolasi mandiri, Dr. Ede menegaskan, hanya tenaga kesehatan yang dapat memutuskan apakah pasien dapat melakukan isolasi mandiri atau perlu dirujuk ke isoter dan rumah sakit.

Isolasi mandiri, lanjut dr Ede, sebaiknya dilakukan dengan berbagai persyaratan, seperti: harus dipantau oleh petugas, siap dengan peralatan yang diperlukan (oksimeter, tensimeter, dll), dan ketersediaan obat.

"Dengan demikian, pasien dapat terisolasi dengan aman. Pemerintah telah menyiapkan dukungan logistik dan obat bagi pasien yang melakukan isolasi mandiri, yang disalurkan oleh aparat setempat," jelasnya.

Dr Martina Yulianti SpPD, FINASIM - M.Kes ( MARS ) Plt Direktur RSUD Aji Muhammad Parikesit, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur mengatakan cakupan pemberian vaksin di daerah masih rendah, terutama karena kendala pasokan vaksin.

Ia juga menilai masih banyak arus informasi yang menyesatkan tentang vaksin covid-19, sehingga menghambat petugas lapangan dalam melakukan vaksinasi.

“Rumah sakit atau pengobatan adalah benteng terakhir, menjadi hilirnya. Yang tak kalah penting adalah pencegahan di bagian hulu. Sesuai amanat pemerintah, kami juga telah melaksanakan kegiatan untuk memutus mata rantai penularan,” ungkap dr. Martina.

Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran, pemerintah menguatkan testing dan tracing melalui Satgas COVID-19, TNI Polri, juga aparat pemerintah di masing-masing daerah yang berinteraksi langsung dengan masyarakat.

"Masyarakat di daerah diharap lebih proaktif masyarakat membantu pelaksanaan testing serta tracing, karena rasio di daerah belum setinggi di Jakarta yang sudah memenuhi target tes harian," kata dr. Martina. 

Masyarakat didorong untuk sukarela melakukan testing dan bila hasilnya positif segera melaporkan kontak eratnya agar dapat ditelusuri.

Selama menunggu keluarnya hasil tes, pasien maupun kontak erat sebaiknya langsung melakukan isolasi dan karantina sebagai tindak pencegahan penularan. Merujuk pada aturan WHO, isolasi dan karantina adalah selama 14 hari.

Terpopuler

Selengkapnya >>

FOLLOW US