• Kalimantan Utara

Mantan Wakil Wali Kota Tarakan Akhirnya Masuk Lapas

Asrul | Jum'at, 04/02/2022 13:25 WIB
Mantan Wakil Wali Kota Tarakan Akhirnya Masuk Lapas KH (kiri) bersama Unit Tipikor Satreskrim Polres Tarakan saat menuju kantor Kejaksaan Negeri Tarakan, Kamis (3/2). (foto: prokal)

Kalimantan Utara - Ketiga tersangka dugaan pengegelumbungan anggaran fasilitas di Kelurahan Karang Rejo resmi ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tarakan, Rabu (2/2) malam.

Termasuk mantan Wakil Wali Kota Tarakan berinisial KH. Ketiganya mendapat perlakuan yang sama seperti warga binaan lain yang baru masuk ke Lapas.

Kepala Lapas Tarakan, Arimin mengatakan perlakuan penerimaan saat KH dititipkan Jaksa sama dengan tahanan lainnya. Termasuk prosedur yang harus dipenuhi. Mekanisme penerimaan, perlakuan penerimaan hingga penempatan kamar dan lainnya juga sama.

"KH dan dua tersangka diserahkan Jaksa, langsung didata dan dilakukan pengecekan surat sesuai prosedur hingga dinyatakan lengkap. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan bebas Covid-19 menggunakan tes Antigen dan dinyatakan negatif sehingga bisa diterima," ujarnya, Kamis (3/2). dilansir Prokal

Ketiganya ditempatkan di blok Cendrawasih, sama dengan tahanan lainnya yang baru masuk. Tujuannya, untuk keamanan tahanan baru ini dan sekaligus untuk memutus penyebaran Covid-19.

Nantinya, ketiga tersangka juga akan di isolasi selama seminggu terlebih dahulu. Untuk memastikan tidak ada penyebaran Covid-19 kepada warga binaan lain. Setelah seminggu dipastikan aman, baru ditempatkan ke blok binaan lain.

"Barang yang tidak boleh masuk ya kami larang juga. Tidak ada perlakuan khusus. Ini masih tahanan Jaksa, nanti kalau sidang kami belum ada perintah dan petunjuk lain. Mungkin bisa melalui online, fasilitas sudah siap semua. Sampai saat ini persidangan online berjalan dengan baik, sarana prasarana kami memadai," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Adam Saimima melalui Plt Kepala Seksi Intel, Muhammad Junaidi mengatakan, ada beberapa pertimbangan hingga pihaknya memutuskan untuk melakukan penahanan.

"Pertimbangannya ya karena, terdakwa bisa melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti," jelasnya.

Terkait KH yang masih menjabat sebagai anggota DPRD Kaltara ini juga memungkinkan melarikan diri turut menjadi pertimbangan.

Terlebih lagi belum lama ini pihaknya menangani kasus dugaan penggelapan salah satu sekolah yang pelakunya kepala sekolah, sempat buron hingga berbulan-bulan.

"Kami tidak mau seperti yang kasus SDN 052 itu. Kan tersangkanya Aparatur Sipil Negara (ASN), kepala sekolah tapi melarikan diri," ujarnya.

Perjalanan kasus yang diperkirakan hingga Rp 500 juta dari APBD tahun anggaran 2014-2015 ini cukup lama. Mulai penyelidikan di tahun 2015, penyidikan dan penetapan tersangka di tahun 2018. Setelah berkas dinyatakan lengkap, lalu diserahkan ke Kejaksaan tahun 2022.

"Kooperatif juga beliau (KH). Tapi memang masih ada petunjuk yang belum dipenuhi penyidik. Sekarang baru bisa melengkapi, baru kami nyatakan P21 dan lanjut tahap 2 untuk penyerahan barang bukti dan tersangka," urainya.

Dari tiga tersangka untuk KH dan HY merupakan warga Tarakan. Sedangkan SD masih aktif bekerja sebagai tim penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) AI.

Ketiganya dilakukan penahanan di Lapas Tarakan untuk sementara hingga ada jadwal sidang. Kemungkinan sidang juga bisa dilakukan secara online atau dihadirkan langsung di persidangan.

"Kami tunggu dari Pengadilan Tipikor. Nanti setelah limpah baru bisa diketahui apakah akan dihadirkan di Pengadilan Tipikor. Kalau dihadirkan, berarti tersangka kami bawa dan dititipkan ke Lapas Samarinda," bebernya.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tarakan, Cakra Nur Budi Hartanto menambahkan, karena masih sebagai anggota DPRD Kaltara aktif, perlakuan terhadap KAH juga berbeda dengan tersangka lainnya.

Perbedaan hanya terkait koordinasi antar instansi. Sementara, terkait pemanggilan sebelumnya dilakukan penyidik Polres Tarakan.

"Kalau kami hanya menerima dari penyidik polres, setelah itu proses seperti masyarakat pada umumnya. Perbedaannya hanya ada pemberitahuan terhadap Gubernur Kaltara dan Ketua DPRD Kaltara terkait tindakan terhadap yang bersangkutan (KH)," singkatnya.

Terpopuler

Selengkapnya >>

FOLLOW US